SIMEUUE (RA) – Fasilitas Dermaga penyeberangan rusak berat yang dijuluki “dermaga neraka” dan transportasi laut yang darurat, yang mengancam nyawa sehingga menimbulkan trauma psikologis bagi warga dan guru pulau Siumat, Kecamatan Simeulue Timur Kabupaten Simeulue.
Alasan trauma psikologis yang dialami warga dan guru pulau Siumat itu, tidak dapat dielakan lagi disebabkan fasilitas dermaga penyeberangan produk tahun 2014 silam, dengan kondisi 80 persen rusak berat, tanpa adanya perbaikan maupun pembangunan yang baru oleh Pemerintah.
Diperparah lagi untuk transportasi laut yang menghubungkan pulau Simeulue dan pulau Siumat, juga warga dan guru Satap pulau Siumat hanya mengandalkan perahu nelayan tradisional, setelah berhenti beroperasi KM Banawa milik Pemda Simeulue pada akhir tahun 2024 silam.
Selain fasilitas dermaga, transportasi laut KM Banawa yang tidak beroperasi juga termasuk fasilitas emeregency jenis ambulance laut untuk , yang mengalami rusak berat dan tidak bisa digunakan, karena mengalami benturan hebat saat hendak sandar pada fasilitas dermaga “neraka” itu, pada akhir tahun 2024 silam.
Terkait warga dan guru yang trauma dengan fasilitas dermaga, transportasi laut dan ambulance laut yang tidak berfungsi karena rusak berat itu, disampaikan Camat Simeulue Timur, Ali Afwan, kepada Harian Rakyat Aceh, Minggu 1 Juni 2025.
“Wajar masyarakat saya dan guru yang bertugas di pulau Siumat itu, karena trauma sehingga menjuluki fasilitas dermaga disana dengan sebutan pelabuhan atau dermaga neraka atau dermaga kematian. Sebab sudah banyak warga saya yang cedera dan celaka di pelabuhan atau dermaga neraka itu,” kata Camat Simeulue Timur.
Masih menurut Camat Simeulue Timur, kondisi fasilitas serba darurat di pulau Siumat yang dihuni sebanyak 456 jiwa atau 116 Kepala Keluarga (KK) masih bertahan disana, dengan jarak tempuh antara pulau Siumat dan pulau Simeulue, membutuhkan waktu lebih dari 2 jam perjalanan laut.
“Dermaga rusak berat, transportasi laut rusak, ambulance laut juga rusak. Maka sangat jelas kondisi warga saya disana sangat-sangat membutuhkan perhatian serius, dari Pemda Simeulue, Pemerintah Aceh, serta menaruh harapan kepada dua anggota DPR Aceh asal Simeulue,” imbuh Camat Simeulue Timur.
Hal senada juga disampaikan Kepala Sekolah Satu Atap (Satap) pulau Siumat, Safi’i, yang juga menuturkan kondisi trauma guru yang bertugas disana. Setelah tidak beroperasi fasilitas milik pemerintah, KM Banawa itu, memaksa para guru harus menggunakan transportasi perahu nelayan tradisional.
Diketahui ada 12 guru yang mengajar di Sekolah Satu Atap (Satap) pulau Siumat, yang setiap hari hilir mudik ke pulau Siumat dari pulau Simeulue, serta harus ekstra hati-hati saat sandar di fasilitas dengan sebutan “dermaga neraka” itu, karena mengancam keselamatan dan melukai setiap orang yang hendak menggunakan fasilitas tersebut.
“Memang benar guru kita alami trauma saat menggunakan dermaga itu. Lebih banyak para guru kita itu, tinggal di pulau Simeulue dan tidak menetap di pulau Siumat, karena kurangnya sarana rumah dinas untuk guru,” kata Safi’i.
Masih menurut Safi’i. Untuk Satap Pulau Siumat, memiliki 61 murid Sekolah Dasar (SD) dan 17 murid Sekolah Menengah Pertama (SMP), sehingga setiap harinya para tenaga guru harus bertugas dan juga harus berjuang dengan kondisi fasilitas serba darurat dan cuaca ekstrim saat melintasi perairan laut.
“Dulu, ada guru perempuan yang nyaris kepalanya terhimpit oleh transportasi yang hendak sandar di pelabuhan yang rusak berat itu. Waktu itu cuaca tidak bersahabat, dengan cepat saya tarik guru kita itu, bila saya tidak cepat pada waktu itu, mungkin kepalanya remuk,” kenang Safi’i.
Camat Simeulue Timur dan Kepala Sekolah Satap Pulau Siumat serta 456 jiwa warga disana yang sepakat meminta dan mendesak Anggota DPR Aceh asal Simeulue, Ihya Ulumuddin dan Iskandar untuk datang melihat langsung kondisi pulau Siumat serta mendengar keluh kesah bagian dari Rakyat Aceh itu. (Ahi).