RAKYAT ACEH| BANDA ACEH – Koperasi Desa Merah Putih (KDMP) Gampong Lamteh, Kecamatan Ulee Kareng, Banda Aceh, kini terpaksa harus berhenti beroperasi sejak tiga hari pasca launching.
Diresmikan pada 21 Juni 2025 lalu, Koperasi yang diharapkan menjadi wadah pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat di daerah tersebut, kini terhenti total karena ketiadaan barang dagangan.
Ketua KDMP Gampong Lamteh, Nurkhalis, menuturkan bahwa pada awalnya koperasi mendapat dukungan penuh dari sejumlah BUMN seperti ID Food, Bulog, Kimia Farma, PT Pos Indonesia dan Pertamina. Seluruh pihak menyatakan berkomitmen menyuplai kebutuhan masyarakat tanpa menuntut jaminan modal.
Namun, hanya dalam hitungan hari setelah launching, Nurkhalis menyebut sebagian besar produk justru ditarik kembali oleh penyedia.
“Pada awal perjanjian mereka bilang support 100 persen. Tapi tiga hari setelah peresmian, barang-barang ditarik semua. Yang tersisa hanya produk Kimia Farma dan PT Pos Indonesia. Alasan ditarik karena kalau KDMP Lamteh mau kerja sama, semua barang harus dibeli cash di depan. Sementara kami tidak punya modal. Saya sudah sampaikan, kalau memang begitu aturannya, silakan saja ditarik kembali. Kami tidak bisa menahan. Ini yang permintaan dari ID FOOD,” ujar Nurkhalis kepada Harian Rakyat Aceh, Jum’at (26/9/2025).
Meski demikian, Nurkhalis menambahkan, tidak semua pasokan ditarik secara langsung. Dari pihak Bulog, misalnya, pasokan tidak serta-merta ditarik. Namun, stok berupa beras SPHP dan minyak goreng MinyaKita sudah terlalu lama tersimpan sehingga kurang diminati pembeli. Akibatnya, barang-barang itu menumpuk di koperasi tanpa perputaran.
Adapun dari Pertamina, Nurkhalis menyebut seluruh tabung gas LPG subsidi 3 kilogram ditarik hanya dua hari setelah peresmian. Padahal, komoditas tersebut sangat dibutuhkan warga, baik untuk kebutuhan rumah tangga maupun untuk para pedagang yang berjualan kue dan warung makan.
“Masyarakat sangat kaget karena gas itu kebutuhan pokok. Selain untuk rumah tangga, banyak warga di Lamteh yang berdagang. Jadi koperasi ini tidak berjalan karena memang tidak ada lagi barang yang bisa dijual. Situasi ini semakin rumit karena para pengurus koperasi sudah bekerja selama empat bulan tanpa menerima gaji,” kata Nurkhalis.
Lebih lanjut, Nurkhalis menilai kelemahan terbesar program tersebut terletak pada kesepakatan kerja sama yang tidak dituangkan secara tertulis dan hanya berdasarkan komitmen lisan. Akibatnya, ketika barang ditarik, koperasi tidak punya dasar hukum untuk menahan.
“Supir truk Pertamina waktu itu cuma bilang diperintah pimpinan untuk ambil barang. Bahkan ada tabung gas yang isinya sudah saya bayar cash, tetap ikut ditarik,” ungkapnya.
Nurkhalis menjelaskan, pemerintah sebelumnya memang sudah menjanjikan dukungan modal kerja melalui Bank Himbara, yang di Aceh dikelola oleh Bank Syariah Indonesia (BSI), dengan plafon Rp 10 triliun untuk seluruh Aceh.
Namun, Nurkhalis menilai mekanisme penyaluran modal ini cukup memberatkan karena dana tersebut tidak diberikan langsung kepada koperasi, melainkan dikelola bank untuk membeli produk BUMN. Sehingga margin keuntungan yang diperoleh oleh pihak koperasi sendiri menjadi sangat kecil, sehingga dikhawatirkan tidak cukup menutup biaya operasional maupun menggaji para pengurus.
“Dengan mekanisme seperti ini, modal kerja tidak bisa berputar. Kita hanya menjual barang BUMN dengan harga hampir sama dengan pasaran. Sementara listrik, gaji, dan kebutuhan operasional lain tidak tertutupi,” ujarnya.
Kondisi ini, kata Nurkhalis, membuat KDMP Gampong Lamteh praktis berhenti beroperasi. Antusias masyarakat yang sempat tinggi di awal pun berubah menjadi kekecewaan.
“Di awal pembukaan, masyarakat sangat berharap, terutama soal ketersediaan gas. Tapi baru tiga hari berjalan, gasnya ditarik. Sejak itu koperasi tidak berjalan lagi,” tegas Nurkhalis.
Diketahui sebelumnya, Gampong Lamteh ditetapkan sebagai salah satu dari tiga lokasi percontohan KDMP di Aceh, selain Gampong Jawa dan Gampong Bandar Lampahan, sesuai surat dari Kemenko Pangan. Koperasi tersebut dilaunching pada 21 Juni 2025 dengan dukungan sejumlah BUMN dan pemerintah pusat.
Namun, tanpa kepastian dukungan distribusi barang, program ini terhenti di awal perjalanan. (Mag-01)