20 Tahun Damai Aceh: PWA dan MABC Nobar Inspiratif Bersama Generasi Muda

RAKYAT ACEH | LHOKSEUMAWE – Dalam rangka memperingati dua dekade perdamaian Aceh, Dewan Pengurus Pusat Persatuan Wartawan Aceh (DPP-PWA) berkolaborasi dengan Metro Aceh Basket Club (MABC) dan BRC Samudra mengadakan nonton bareng (nobar) film dokumenter bertajuk “Bagaimana Kami Mengakhiri Perang 30 Tahun di Aceh: Pembawa Perdamaian”, produksi CNA Insider. Acara ini berlangsung Kamis malam (14/8) di BRC Samudra, Lhokseumawe, dan menghadirkan semangat reflektif di tengah generasi muda.

Digelar selepas Salat Isya, kegiatan ini diikuti sejumlah elemen masyarakat, terutama pemuda seperti atlet dan pelatih basket dari PERBASI Aceh Utara, tokoh publik, serta insan pers.

Hadir dalam kesempatan tersebut Ketua Harian PERBASI Aceh Utara Hendra Saputra, Owner BRC Samudra, Ketua Umum MABC Armiadi, Sekretaris MABC Hendra, serta pengurus lainnya seperti Imran. Dari unsur DPP PWA, tampak Dewan Pembina Idris Bendung, Ketua Umum Maimun Asnawi, Ketua Harian Armiadi AM, Sekjen Erwin, serta pengurus lainnya seperti Waldy dan Zainuddin.

Sejumlah tokoh publik juga turut ambil bagian, antara lain tokoh masyarakat Ampon Leman, Komisaris PT Pembangunan Lhokseumawe Andy Isnanda, Kepala Kantor Pertanahan Langsa Riza Fauzi, Pemred Puja TV Aceh Deni Mukhtadi Andepa, Sekretaris Barramoeda Aceh M. Rocky Fajar, serta pengurus PWI Lhokseumawe Adlin.

Ketua Umum DPP PWA, Maimun Asnawi, menyebut kegiatan ini sebagai bentuk refleksi bersama atas perjalanan panjang menuju damai.

“Tanggal 15 Agustus 2025 menandai 20 tahun perdamaian Aceh sejak penandatanganan MoU Helsinki. Film ini mengingatkan kita pada masa kelam yang tak boleh dilupakan, sekaligus pentingnya menjaga perdamaian yang dibayar mahal dengan darah dan air mata,” ujarnya.

Maimun menekankan pentingnya regenerasi nilai-nilai perdamaian. Ia berharap generasi muda menjadi penjaga warisan damai agar konflik tak kembali menghitamkan sejarah Aceh.

READ  BPJS Ketenagakerjaan Lhokseumawe Rayakan Hari Pelanggan Nasional

Selain film utama, turut ditayangkan dokumenter tentang perjuangan jurnalis Aceh yang meliput konflik bersenjata pada tahun 2003. Dokumenter tersebut memperlihatkan risiko luar biasa dan dedikasi tinggi para wartawan di medan berbahaya.

“Profesi wartawan kala itu sangat berisiko. Tapi mereka adalah saksi sejarah yang memastikan dunia tahu apa yang terjadi di Aceh,”terangnya.

Dalam pernyataannya, Maimun juga menyerukan agar Pemerintah Pusat menuntaskan implementasi seluruh butir dalam MoU Helsinki sebagai wujud nyata komitmen damai.

“Sudah waktunya Aceh keluar dari bayang-bayang masa lalu. Kita ingin melihat Aceh sebagai provinsi yang damai, maju, dan berdaya saing di tingkat nasional maupun global,” pungkasnya. (adi/ra)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *