Dua Dekade Damai Aceh, Saatnya Generasi Muda Bangkit

RAKYAT ACEH | LHOKSEUMAWE  – Dua dekade Damai Aceh pasca penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) Helsinki antara Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), berbagai elemen masyarakat di Aceh menyerukan perlunya arah baru pembangunan yang berkeadilan dan berkelanjutan.

Komunitas Environmental Local Champion Club (ELCC) Aceh menginisiasi Dialog Publik Refleksi Dua Dekade Damai Aceh dengan tema “Mengurai Tantangan dan Menakar Arah Pembangunan Berkelanjutan”, yang akan digelar Selasa (19/8) siang hingga sore hari di Sekretariat HMI Cabang Lhokseumawe – Aceh Utara.

Kegiatan ini menghadirkan sejumlah tokoh penting, antara lain pakar hukum tata negara Dr. Amrizal J. Prang, S.H., L.LM, serta Abdul Halim Abe, Juru Bicara Komite Peralihan Aceh (KPA) Wilayah Kuta Pase. Dialog dipandu oleh moderator muda, Manzahari, dan akan dihadiri puluhan mahasiswa, perwakilan organisasi masyarakat sipil, para wartawan dan organisasi wartawan.

Ketua Umum ELCC Aceh, M. Nur Khatami, menegaskan bahwa damai tidak boleh dimaknai sebatas penghentian kekerasan bersenjata, tetapi sebagai titik awal bagi pembangunan yang meletakkan keadilan ekologis dan sosial sebagai fondasi utama.

“Kita tidak hanya memperingati damai sebagai pencapaian sejarah, tapi sebagai panggilan untuk melahirkan narasi baru pembangunan yang menempatkan rakyat sebagai pusatnya. Anak muda Aceh bukan hanya pewaris masa lalu, mereka adalah penentu masa depan,” tegas Khatami, dalam keterangannya kepada Rakyat Aceh, Senin (18/8).

Sementara itu, Sekretaris Umum ELCC Aceh, Aris Munandar, menyoroti bahwa meskipun dana otonomi khusus (Otsus) terus mengalir, pembangunan di Aceh belum mampu menyentuh akar persoalan struktural. Ia menekankan pentingnya pembenahan tata kelola hukum, ekonomi, sosial, dan lingkungan secara menyeluruh.

“Ketimpangan masih terlihat nyata, dan ini menyangkut keadilan distribusi, partisipasi publik dalam kebijakan, serta perlindungan terhadap kelompok rentan seperti perempuan, pemuda, petani, nelayan, dan masyarakat adat,”terang Aris.

READ  Bir Ali Tour and Travel Buka Kantor Cabang di Deli Serdang, Targetkan 1 Pesawat Jamaah ke Tanah Suci Tiap Bulan

Dalam diskusi itu nantinya diharapkan para peserta mengangkat isu pentingnya menjadikan prinsip Lex Specialis Derogat Legi Generali sebagai dasar hukum dalam pengelolaan kekhususan Aceh. (adi/ra)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *